Jakarta - Kerajaan Kahuripan merupakan kerajaan yang terletak di dekat lembah Gunung Penanggungan, Jawa Timur. Kerajaan ini didirikan oleh Raja Airlangga sebagai lanjutan dari Kerajaan Medang yang sebelumnya melakukan perpindahan ibu kota dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Sejarah mencatat bahwa Kerajaan Kahuripan hanya memiliki satu orang raja selama masa berdirinya kerajaan tersebut. Namun, peninggalan kerajaan ini dapat dilihat dalam berbagai prasasti yang menceritakan masa kejayaan Kahuripan.
Sejarah Kerajaan Kahuripan
Pada abad ke-10, terjadi musibah gunung merapi yang mengakibatkan berpindahnya Ibu Kota Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Peristiwa ini disebut sebagai "pralaya" atau "kehancuran dunia" oleh penduduk Kerajaan.
Perpindahan Ibu kota ke Medang, Jawa Timur ini sekaligus mendirikan Kerajaan Medang yang merupakan lanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Medang sempat berkembang di bawah kepemimpinan beberapa raja, salah satunya adalah Raja Airlangga.
Pada masa kepemimpinannya, Raja Airlangga banyak menaklukan berbagai wilayah dan memindahkan pusat pemerintahan ke Kahuripan. Seiring waktu, Kerajaan Medang kemudian disebut sebagai "Kerajaan Kahuripan" karena lokasinya yang berada di Kahuripan.
Dengan demikian, Raja Airlangga sebagai pemimpin kemudian dikenal sebagai pendiri Kerajaan Kahuripan. Kerajaan ini disebut juga sebagai Kerajaan Medang Kahuripan karena merupakan lanjutan dari Kerajaan Medang, sebagaimana dikutip dari studi yang diterbitkan oleh Jambura History and Culture (2019) karya Fikri dan Syarifuddin.
Masa Kejayaan Kerajaan Kahuripan
Sejak masa berdirinya Kerajaan Kahuripan, kerajaan ini hanya pernah dipimpin oleh satu orang pemimpin, yakni Raja Airlangga. Meskipun begitu, Raja Airlangga dikenal sebagai pemimpin yang berhasil membawa Kahuripan pada masa kejayaanya.
Mengutip dari studi yang diterbitkan oleh Historiography (2024), keberhasilan Airlangga dapat dilihat berdasarkan beberapa prasasti, sebagai berikut:
Prasasti Cane (1021 M), menyebutkan bahwa Raja Airlangga pernah memberikan hadiah sima (tanah yang dikhususkan untuk bangunan suci) pada masyarakat Desa Cane karena telah membantu meraih kemenangan Kerajaan Kahuripan.
Prasasti Kakurugan (1022 M), menyebutkan bahwa Raja Airlangga memberikan sima kepada keluarga dari Dyah Kaki Ngadulengen karena telah berbakti kepada Kerajaan Kahuripan.
Prasasti Pucangan (1029 M), menyebutkan bahwa Raja Airlangga berhasil mengalahkan beberapa pemimpin pada masanya, seperti Raja Wisnuprabhawa pada tahun 1029 M dan Raja Wijayawarmma pada tahun 1035 M.
Prasasti Baru (1030 M), menyebutkan bahwa Raja Airlangga berhasil memenangkan perang melawan Raja Hasin dan memberikan sima kepada masyarakat desa baru karena telah memberikan tempat tinggal kepada Raja Airlangga dan pasukannya saat berperang.
Prasasti Kamalagyan (1037), menyebutkan usaha Raja Airlangga dalam memakmurkan Kerajaan Kahuripan dengan melakukan pembangunan bendungan di Waringin Sapta.
Masa Keruntuhan Kerajaan Kahuripan
Menurut buku Pasang Surut Runtuhnya Kerajaan Hindu-Budha (2022) karya Rizem, runtuhnya Kerajaan Kahuripan disebabkan karena sang putri mahkota, Dyah Sanggramawijaya menolak untuk menggantikan Airlangga sebagai Raja Kahuripan.
Berdasarkan Prasasti Cane (1021) dan Prasasti Turun Hyang (1035), alasan putri mahkota menolak dinobatkan sebagai pemimpin karena ia lebih memilih hidup sebagai pertapa daripada memimpin kerajaan.
Akhirnya, Raja Airlangga yang memiliki 3 orang anak, memutuskan untuk membagi kekuasaannya kepada dua putranya, yakni Kerajaan Jenggala yang diserahkan kepada Raden Jayengrana dan Kerajaan Panjalu yang diserahkan kepada Raden Jayanagara.
Pembagian kekuasaan ini dilakukan untuk menghindari terjadinya perang saudara di antara keduanya. Berdirinya kedua kerajaan tersebut menandakan akhir dari pemerintahan dan sejarah dari Kerajaaan Kahuripan.
Reporter : M. Ali
Editor : Eko SH
Sumber : detikedu