Surabaya - Laskar News, Sebuah bangunan tua masih kokoh berdiri di Jalan Jembatan Merah. Karena ada dua patung singa di depannya, bangunan kuno itu dinamakan Gedung Singa. Mari kita kupas sejarah gedung tersebut.
Dilansir dari buku Alweer een sieraad voor de stad: Het werk van Ed. Cuypers en Hulswit-Fermont in Nederlands-Indië 1897-1927 karya Obbe Norburis, Gedung Singa dibangun pada tahun 1901. Dengan begitu, saat ini Gedung Singa sudah berusia 123 tahun.
Awalnya, gedung ini bernama Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente (Perusahaan Umum Asuransi Jiwa dan Tunjangan Hidup). Di dalam buku itu, Nobruis memberikan catatan bahwa rancangan Gedung Algmeene didesain oleh Marius J Hulswut. Akan tetapi, saat hendak proses desain, proposalnya ditolak sehingga arsitek lain bernama Hendrik Petrus Berlage ditunjuk sebagai perancangnya.
Berlage sendiri merupakan arsitek kelas dunia yang karya-karya bangunannya masih kokoh berdiri hingga kini dan terus dikagumi banyak orang. Termasuk dikagumi oleh para arsitektur-arsitektur masa kini.
Kedua patung singa dalam gedung ini memberikan penggambaran jelas bukan singa lokal, melainkan berasal dari budaya luar, seperti Mesir. Karya ini diciptakan oleh seniman Joseph Mendes Da Costa.
Dalam budaya Mesir Kuno, singa dipandang sebagai hewan istimewa. Dengan nama latin Panthera leo, singa diasosiasikan dengan matahari dan Firaun, mewakili kekuatan hidup dan mati di Mesir Kuno.
Oleh karena itu, di dada kedua singa yang dipahat oleh Mendes Da Costa terdapat simbol matahari. Citra singa juga digunakan dalam objek sehari-hari, seperti kursi dan tempat tidur. Selain itu, gambar singa juga dianggap sebagai simbol perlindungan.
Sejarawan Begandring Soerabaia, Kuncarsono Prasetyo mengatakan kenangan yang disimpan oleh Belanda di dalam Gedung Singa itu di antaranya Mosaik Porselen karya Jan Toroop yang menggambarkan Raja Firaun, Ibu Eropa dan Ibu Jawa. Mosaik ini menampilkan angka tahun 1880 yang menunjukkan tahun pendirian perusahaan asuransi Belanda di Amsterdam dan simbol Mesir kuno yang masih eksis hingga kini.
"Dulunya gedung asuransi, sampai sekarang juga masih sama statusnya (Gedung Asuransi). Gedung itu kan yang unik karya arsitek dunia, itu arsitek kelas dunia yang menjadi bapak arsitektur modern dunia, namanya Berlage," kata Kuncar saat dikonfirmasi awak media, Jum'at, (18/10/2024).
Kuncar menambahkan ada tiga seniman kelas dunia yang juga terlibat dalam proses perancangan gedung, ada H.P Berlage (arsitek), Joseph Mendez da Costa (pematung) dan Jan Toorop (seniman keramik lukis). Kolaborasi tiga seniman dunia ini menghasilkan Gedung Singa tersebut. Namun saat masa pembangunan, mereka tidak pernah ada di Indonesia.
"Kolaborasi tiga seniman di situ, tidak pernah ada di Indonesia saat bangun. Mereka ada di Belanda. Jadi istilahnya yang bangun ya tukang-tukangnya, tetapi proses merancang tetap dari tiga orang itu," tambahnya.
Dari paduan karya seni ini, lahir warna-warna yang menarik perhatian mata. Ada terakota, biru, ungu, kuning, coklat dan hitam pada keramik lukis. Bangunannya juga mengusung warna terakota pada batu bata ekspose sebagai penghias relung-relung fasade baik di lantai satu maupun lantai atas.
Dulu, Gedung Singa oleh PT Jiwasraya ini sempat akan dilelang. Akan tetapi, kelompok sejarawan Begandring khawatir gedung cagar budaya ini jatuh ke tangan yang salah dan hanya berorientasi pada bisnis tanpa memandang nilai-nilai penting gedung tersebut.
"Ada problem Jiwasraya secara nasional yang membuat keputusan atau kebijakan beberapa aset-asetnya ini harus dilelang. Syukur-syukur ada yang mau, tapi ternyata tidak ada yang mau, tapi tetap menjadi kantor asuransi negara," jelasnya.
Kala itu, lelang sempat dibuka dua kali karena pada setiap periode lelang, tidak ada peserta yang berminat. Upaya penjualan oleh PT Jiwasraya ini karena perusahaan negara mengalami kebangkrutan.
"Di bawah naungan Jiwasraya, fungsi Gedung Singa ini masih tetap. Tetapi mungkin mengikuti perkembangan zaman ya, sehingga Gedung Singa tidak lagi digunakan sebagai kantor. Akhirnya kantor asuransi berpindah ke tempat yang lebih modern," tandasnya.
Reporter : D. Sujoko
Editor : Eko SH
Sumber : detikjatim