Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Hosting Unlimited Indonesia

Iklan

Hosting Unlimited Indonesia

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Larangan Rabu Wekasan Dalam Tradisi Jawa dan Pandangan Islam Terhadapnya

| September 04, 2024 | 0 Views Last Updated 2024-09-04T13:36:48Z


Jakarta - Laskar News, Rabu Wekasan, atau Rebo Wekasan, adalah tradisi yang masih dijaga oleh sebagian masyarakat di Jawa. Tradisi ini dilaksanakan pada Rabu terakhir di bulan Safar dalam kalender Islam.
Rabu Wekasan dipercaya sebagai hari yang penuh dengan kesialan dan datangnya berbagai penyakit. Oleh karena itu, masyarakat melakukan berbagai amalan dan menghindari hal-hal yang dianggap pantang agar terhindar dari malapetaka pada hari tersebut.

Rabu terakhir di bulan Safar dianggap memiliki arti khusus sebagai hari yang membawa energi negatif atau potensi bencana. Oleh sebab itu, banyak orang yang mengikuti berbagai larangan dan menghindari pantangan tertentu untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.

Larangan Rabu Wekasan

Pada hari ini, banyak orang percaya bahwa ada berbagai pantangan dan larangan yang perlu diikuti untuk terhindar dari kesialan dan bencana. 

Berikut ini adalah beberapa larangan Rabu Wekasan:

1. Tidak Keluar Rumah

Hari Rabu Wekasan diyakini sebagai hari yang dipenuhi energi negatif, sehingga banyak orang memilih untuk mengurangi aktivitas di luar rumah. Sebaiknya, keluar rumah hanya dilakukan untuk kebutuhan yang sangat mendesak guna menghindari kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. 

2. Tidak Melakukan Perjalanan yang Jauh

Melakukan perjalanan jarak jauh dianggap kurang baik pada hari Rabu Wekasan. Banyak orang percaya bahwa bepergian pada hari ini dapat membawa kesialan atau nasib buruk, bahkan berisiko mengalami kecelakaan. Karena itu, mereka cenderung memilih untuk tetap di rumah dan menunda perjalanan sampai hari berikutnya.

3. Tidak Beraktivitas Berat

Melakukan pekerjaan yang berat atau berbahaya, seperti memanjat, menggunakan benda tajam, atau bekerja di lokasi berisiko, juga dianggap pantang pada hari ini. Hal ini didasarkan pada kepercayaan bahwa hari Rabu Wekasan merupakan hari yang rawan terhadap malapetaka, sehingga dianjurkan untuk menghindari kegiatan yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan.

4. Tidak Mengadakan Pesta

Menggelar pesta atau perayaan besar dianggap kurang tepat pada hari Rabu Wekasan. Menyelenggarakan acara penting seperti pernikahan, khitanan, atau acara besar lainnya pada hari ini juga tidak dianjurkan.

Beberapa orang meyakini bahwa acara yang diadakan pada hari Rabu Wekasan mungkin tidak akan berjalan dengan baik atau bahkan bisa mendatangkan malapetaka. Mereka juga percaya bahwa mengadakan perayaan pada hari ini bisa membawa kesialan atau energi negatif.

5. Tidak Mengambil Pekerjaan Baru atau Keputusan Besar

Memulai pekerjaan baru, usaha, atau proyek besar pada hari Rabu Wekasan dianggap kurang membawa keberuntungan. Banyak orang memilih untuk menunda pengambilan keputusan penting, seperti memulai bisnis baru, menandatangani kontrak signifikan, atau menikah pada hari ini.

Hari ini dianggap tidak cocok untuk memulai hal-hal baru atau membuat keputusan besar. Jika tetap dilakukan, hal tersebut diyakini dapat menyebabkan kegagalan atau kesulitan dalam menjalankan usaha tersebut.

Semua larangan dan pantangan pada hari ini umumnya dipatuhi dengan ketat. Sebagai gantinya, banyak orang memilih untuk berdo'a serta mengadakan pengajian atau ritual keagamaan yang lebih khusyuk dan tenang. Masyarakat juga mengadakan acara selamatan atau kenduri dengan membaca do'a-do'a.

Tradisi Rabu Wekasan dalam Islam

Menurut laman resmi Desa Suci Kabupaten Gresik, sejarah Rabu Wekasan sudah ada sejak masa penyebaran Islam di Indonesia. Masyarakat Jawa percaya bahwa hari Rabu terakhir di Bulan Safar termasuk hari sial berdasarkan kepercayaan lama kaum Yahudi.

Kemudian, pada tahun 1602, tepatnya di Bulan Safar, muncul kabar mengenai rencana penjajahan Belanda di Jawa. Sebagai tanggapan, masyarakat mengadakan serangkaian ritual untuk menolak kedatangan penjajah tersebut, yang akhirnya berkembang menjadi tradisi Rabu Wekasan.

Tradisi Rabu Wekasan menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan karena dianggap tidak memiliki dalil khusus. Namun demikian, Syekh Abdul Hamid Kudus dalam kitab *Kanzun Najah was Surur* menyatakan bahwa,

"Allah menurunkan ratusan ribu jenis musibah dan kesialan pada hari Rabu terakhir bulan Safar," hal ini menjadi dasar dilakukannya ritual Rabu Wekasan.

Selain itu, terdapat sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim di mana Nabi SAW bersabda:

"Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Safar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang." (HR Bukhari dan Muslim)

Menurut al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali, hadits tersebut merupakan tanggapan Rasulullah SAW terhadap tradisi yang berkembang di masa jahiliyah. Ibnu Rajab menjelaskan bahwa hadits tersebut dimaksudkan untuk menentang kepercayaan orang-orang jahiliyah yang menganggap bulan Safar sebagai bulan yang membawa kesialan, sehingga Nabi SAW membatalkan keyakinan tersebut.




Reporter : M. Ali
Editor      : Eko SH
Sumber   : detikhikmah
×
Berita Terbaru Update